SURABAYA – Akhir Juni lalu kepolisian telah menetapkan Roy Suryo sebagai tersangka atas kasus meme stupa Candi Borobudur yang dimiripkan dengan wajah Presiden Joko Widodo. Ia dijerat dengan pasal ujaran kebencian bernuansa SARA sampai penistaan agama. Kasus tersebut memicu berbagai tanggapan masyarakat.
Merespons hal itu, Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga Dr Suko Widodo Drs M Si menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh Roy Suryo adalah tindakan yang kurang etis. Menurutnya, perilaku mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui teknologi komunikasi dapat berdampak pada potensi pelanggaran etika komunikasi.
“Acapkali kebebasan berekspresi itu melebihi batas. Dalam berkehidupan juga ada yang namanya norma sosial. Saya melihatnya sebagai (pesan, Red) yang merusak marwah orang maupun tempat suci. Kan borobudur tempat suci. Cara kritik atau pesan yang disampaikan juga tidak elok sesuai dengan etika, ” ujar Dosen Ilmu Komunikasi UNAIR itu, Selasa (2/8/2022).
Meme dan Literasi Digital
Lebih lanjut, Suko mengungkapkan bahwa dalam penggunaan meme seperti kasus meme stupa candi yang dibuat oleh Roy Suryo, juga mempunyai batasan candaan. Ia menyebut bahwa dalam melakukan candaan meme, perlu melihat candaan yang dapat dinikmati oleh kalangan tertentu, dan mana candaan yang dapat dinikmati oleh ruang publik.
“Seringkali banyak yang tidak melihat batasan itu. Dan, itu (meme sebagai candaan) harus ada pertanggungjawabannya, ” tegasnya.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga Dr Suko Widodo Drs M Si.
Suko juga menuturkan bahwa cara berekspresi masyarakat Indonesia di sosial media termasuk dalam negara tidak sopan di dunia. Hal ini dipicu oleh kurangnya literasi digital yang dimiliki oleh masyarakat. Selain itu, culture shock (gegar budaya) masyarakat terhadap kemajuan teknologi tidak dibarengi dengan kemajuan berpikir dan kemampuan bijak menggunakan sosial media.
“Kita ini masih belum siap sebenarnya dengan kecepatan teknologi, apalagi norma sosial di sosmed masih belum terbentuk, dan undang undang seperti ITE masih belum sempurna, ” Imbuhnya.
Dalam menangani hal tersebut, Suko berujar agar sejak dini kurikulum pendidikan tentang komunikasi digital harus dimunculkan segera dalam pelajaran sekolah dasar dan menengah. Tindakan tersebut dilakukan sebagai upaya pengurangan krisis literasi digital yang juga dialami oleh anak-anak remaja.
Baca juga:
PSHT Pusat Madiun Segera Ajukan PK Kedua
|
Penulis: Affan Fauzan
Editor: Feri Fenoria